Jumat, 28 November 2008

Teknologi Masa Depan

Teknologi Masa Depan

Pergi bekerja dari rumah ke kantor dengan cara terbang menggunakan roket di punggung mungkin akan terjadi pada tahun 2030.
Itulah perkiraan yang disampaikan oleh seorang panelis pada Diskusi ”Sewindu Reformasi Mencari Visi Indonesia 2030”. Tidak hanya orang, mobil pun bisa terbang. Dahsyat dan menakjubkan jika hal itu benar-benar terjadi nanti.
Mereka-reka apa yang akan terjadi di Indonesia 25 tahun yang akan datang memang tidak mudah karena itu menyangkut perjalanan bangsa Indonesia dan umat manusia di dunia dalam satu generasi.
Bukan tidak mungkin nanti robot akan memiliki perasaan seperti manusia melalui rekayasa DNA. Sebaliknya, sebagian perangkat tubuh manusia akan ditambah dengan peralatan robot. Misalnya, pada sebagian tangan atau kaki manusia nanti ada perangkat robotnya sehingga dapat memiliki tenaga ekstra untuk bekerja atau berkarya melebihi manusia yang hidup pada zaman sekarang.

Tidak hanya itu. Sangat boleh jadi nanti manusia bisa melihat kehidupan masyarakat di masa depan setelah ”dikirim” melalui perangkat yang disebut lorong waktu (time tunnel) sehingga bisa mengetahui atau bahkan bisa mencegah kemungkinan hal-hal yang bisa membinasakan kehidupan umat manusia di masa datang.
Jika kita membayangkan itu semua, sepintas mungkin seperti mimpi atau sama seperti kita menyaksikan film-film fiksi sains di layar kaca atau bioskop.
Namun, hal itu sangat mungkin terjadi melalui revolusi teknologi dan bioteknologi. Sebaliknya, jika kita melihat kondisi Indonesia sekarang, yang kita saksikan adalah arus deras masuknya barang-barang dan perangkat teknologi impor.
Sebagian dari kita merasa bingung dan terkaget-kaget pada perkembangan teknologi itu. Namun, sebagian lagi merasa tertantang oleh arus masuk teknologi modern dalam ranah kehidupan kita sehari-hari. Sebagai pengguna, adakalanya sebagian dari kita gagap dan bingung menghadapi perkembangan teknologi yang berlangsung cepat ini.
Contohnya, ketika sejumlah menteri pada Kabinet Indonesia Bersatu dilengkapi dengan alat kerja canggih untuk dapat mengirim dan menerima surat elektronik melalui sebuah gadget, sebagian di antara mereka ada yang gagap teknologi atau gaptek.

Kalau di antara penentu kebijakan masih ada yang lack of technology (kurang paham teknologi), sangat bisa dimaklumi kalau masyarakat pada umumnya juga kesulitan untuk dapat menerima teknologi baru. Bagi sebagian orang, cara berkomunikasi seolah dianggap baru sempurna kalau dilakukan secara lisan dengan bertatap muka secara langsung.

Demikian pula dalam cara kita bekerja, adakalanya pergi ke kantor merupakan suatu keharusan. Padahal, di era serba cepat seperti sekarang, pekerjaan selayaknya berorientasi pada memaksimalkan output (hasil).

Untuk pekerjaan tertentu, tidak mutlak lagi harus dikerjakan di kantor, tetapi bisa juga dikerjakan di rumah. Oleh karena itu, akhir-akhir ini kita sering mendengar istilah small office home office (SOHO).

Di era serba teknologi seperti sekarang, cara berkomunikasi dan melakukan transaksi bisnis yang efektif tidak selalu harus melalui cara bertatap muka meskipun hal itu bisa menimbulkan gugatan dari aspek budaya.

Seperti kita ketahui, pada tahun 1990-an, transaksi perbankan masih dilakukan secara konvensional, di mana nasabah yang hendak mentransfer uang masih harus mendatangi kantor bank dan bertemu langsung dengan customer service. Kalau banyak yang akan melakukan transaksi, para nasabah harus bersabar untuk antre. Kondisi ini tentu saja sangat menyita waktu dan sering menjengkelkan.

Namun, kini, transaksi perbankan sudah bisa dilakukan dalam waktu cepat melalui internet banking. Melalui sentuhan tangan di keyboard komputer yang terhubung ke jaringan internet atau melalui smartphone, sekarang nasabah sudah bisa melakukan transaksi perbankan dari mana dan kapan saja. Perkembangan teknologi informasi mampu mengatasi dimensi waktu, ruang, dan jarak.

Jaringan komunikasi yang berkembang demikian pesat telah banyak membantu umat manusia dan sejumlah perusahaan di jagat raya ini untuk saling berinteraksi dan melakukan transaksi bisnis satu sama lain.

Proses pengiriman berita dari atas pesawat kepresidenan yang sedang mengisi bahan bakar di Bandara Hongkong bisa dilakukan penulis dalam waktu relatif singkat melalui sebuah gadget, ketika mengikuti rombongan Presiden Abdurrahman Wahid pada tahun 2001.

Perkembangan teknologi informasi telah mengubah cara pandang dan perilaku orang dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga bisa mengubah mekanisme kerja sebuah perusahaan. Adakalanya perkembangan teknologi informasi yang berlangsung dengan cepat bisa melampaui perkembangan perusahaan itu sendiri.

Oleh karena itu, perusahaan yang lambat dalam mengikut perkembangan teknologi bisa jadi akan tersisih dari dinamika masyarakat dan kemungkinan bisa kalah dalam persaingan usaha. Saat ini jaringan internet relatif sudah memasyarakat meskipun di Indonesia masih terbilang mahal untuk bisa memakai internet, bila dibandingkan dengan di negara maju.

Penelitian Teknologi Informasi (TI)

Penelitian Teknologi Informasi (TI)

Penelitian Teknologi Informasi (TI) cukup berbeda dengan penelitian di bidang sosial kemasyarakatan. Umumnya penelitian TI tidak mempunyai metodelogi yang jelas, tidak ada pembuatan kuesioner, tidak ada pengolahan data dan hanya sedikit yang mencakup analisa hasil. Penelitian di bidang TI, sepanjang yang pernah saya amati, bisa mencakup beberapa jenis penelitian termasuk:

  1. Penelitian Murni TI: Penelitian jenis ini merupakan penelitian yang berusaha
    memecahkan permasalahan-permasalahan yang muncul terkait bidang TI dengan mencari solusi-solusi yang bersifat fundamental. Umumnya penelitian ini banyak berkecimpung mempelajari teori-teori yang ada untuk dapat mengembangkan teori-teori fundamental terkait lainnya. Beberapa penelitian yang bisa termasuk di dalam cakupan ini antara lain pengembangan:
    • Metodologi pengembangan sistem informasi
    • Metodologi pembuatan data warehouse
    • Metode-metode data mining/soft-computing
    • Konsep jaringan
    • Metode searching
    • Teori Optimasi
    • Metode Pemilihan Variabel
    • Sistem keamanan jaringan
    • Metode enkripsi dekripsi
    • Bahasa pemrograman
    • Metode penyimpan data
    • Metode pengolahan citra
    • Metode pengenalan pola
    • Among others
  2. Penelitian Terapan TI: Penelitian terapan di bidang TI lebih mengacu pada penelitian yang memanfaatkan teori atau metode, yang telah dikembangkan orang lain dalam cakupan penelitian murni TI, di dalam pengembangan penelitian lanjutan. Beberapa penelitian yang bisa dimasukkan di dalam cakupan penelitian ini antara lain pengembangan:
    • Sistem kontrol berbasis soft-computing
    • Hardware yang menerapkan metode penyimpanan data baru
    • Metode analisa kedokteran berbasis soft-computing
    • Penelitian yang membandingkan antara teori/metode
    • Sistem operasi yang berbasis open source
    • Sistem database dengan sistem indexing data baru
    • Metode peningkatan efektifitas jaringan berbasis data mining
    • Sistem pencarian dengan metode searching baru
    • Word processing dengan metode spell checker baru
    • Sistem database dengan metode penyimpan data baru
    • Aplikasi pengolahan citra dengan metode pengolahan baru
    • Aplikasi pemodelan data yang mengakomodasi metode baru
    • Program-program (DLL atau JSP) untuk metode tertentu
    • Bioinformatics dan Biomedik
    • Penerapan Metode TI di Bidang Lain (Ekonomi, Sosial dll)
    • Among others
  3. Penelitian Pengembangan Sistem: Sistem yang dimaksud di sini merefer pada sistem yang dapat dipergunakan langsung oleh pengguna seperti sistem informasi dan sistem jaringan. Penelitian jenis ini umumnya berusaha menerapkan berbagai teori atau metode yang telah dikembangkan baik dalam cakupan penelitian murni maupun penelitian terapan seperti sistem database, bahasa pemrograman, konsep jaringan dan lain-lain. Penelitian yang tercakup umumnya mencakup pengembangan sistem untuk tujuan perorangan/komunitas tertentu seperti pengembangan:
    • Sistem informasi keuangan
    • Sistem pakar
    • Sistem pendukung keputusan
    • Sistem data warehouse
    • Sistem digital library
    • Sistem mobile dictionary
    • Sistem jaringan berbasis open source
    • Among others

    Dibandingkan dengan penelitian murni dan terapan bidang TI, penelitian jenis ini sekarang ini kelihatannya masih lebih banyak diminati oleh mahasiswa TI Indonesia dalam proses penyelesaian kegiatan belajar mereka. Penelitian jenis ini juga sudah jelas tata cara pelaksanaannya, karena metodologi pengembangan sistem umumnya sudah pernah diusulkan dalam tahapan penelitian murni.

  4. Penelitian Terkait Penggunaan dan Manajemen TI: Belakangan ini, dengan berkembangnya penerapan TI di masyarakat, keilmuan tentang efektivitas penggunaan dan keilmuan di bidang manajemen TI juga semakin berkembang. Penelitian terkait dengan keilmuan-keilmuan tersebut juga banyak dilakukan. Walaupun masih dalam ruang lingkup TI, penelitian jenis ini mungkin lebih banyak dikaitkan dengan penelitian bidang sosial kemasyarakatan, karena yang menjadi objek penelitian biasanya adalah user/pengguna TI, administrator TI atau provider TI. Sehingga kemungkinan untuk menerapkan metodologi penelitian seperti halnya penelitian di bidang sosial kemasyarakatan sangat besar.

Mungkin ada yang masih memperdebatkan apakah kegiatan pengembangan sistem termasuk sebagai suatu kegiatan penelitian atau tidak. Kalau dilihat dari definisi dari kata penelitian (research) itu sendiri yaitu:

Research is a human activity based on intellectual investigation and is aimed at discovering, interpreting, and revising human knowledge on different aspects of the world. Research can use the scientific method, but need not do so.(sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Research)

kegiatan penelitian pada hakekatnya mempunyai tujuan untuk menemukan, menginterpretasikan ataupun merevisi pengetahuan yang ada di masyarakat. Sehingga, penelitian yang melibatkan kegiatan pengembangan sistem, karena tidak mencakup unsur menemukan, menginterpretasikan ataupun merevisi pengetahuan masyarakat, memang masih bisa menjadi bahan perdebatan apakah kegiatan tersebut bisa dimasukkan ke dalam kegiatan penelitian bidang TI atau tidak.

Mengikuti perkembangan pendidikan tinggi TI Indonesia dan merefer bahwa, pengembangan sistem masih banyak diminati oleh mahasiswa TI di Indonesia sebagai bahan skripsi, saya sendiri secara pribadi berpendapat bahwa pengembangan sistem yang dilakukan dalam tatanan perkuliahan masih termasuk dalam pengerjaan projek (assignment) dari suatu perkuliahan, yang mungkin hanya bisa dijadikan tugas akhir (projek akhir) dari mahasiswa dengan level di bawah S1 (D1, D2, dan D3).

SMPN 1 Denpasar

SMPN 1 Denpasar .
Sekolah berstandar Internasional yang terletak di Jl Surapati no. 2 Dps ini merupakan salah satu sekolah unggulan di Bali. Dengan meraih peringkat 1 NUN 2008 se-Indonesia, membuat nama SMP ini semakin tersohor.
Secara fisik, keadaan Spensa Dps memang belum bisa mencerminkan Sekolah Berstandar Internasional, yang dalam pandangan masyarakat memiliki gedung yang serba mewah. Namun dari segi prestasi, SMPN 1 Dps tak usah diragukan lagi. Berbagai macam gelar juara dan penghargaan diterima oleh sekolah ini. Bahkan beberapa siswa mencapai prestasi hingga ke tingkat Internasional.
Seperti layaknya SMP lain di Indonesia, SMPN 1 Dps terbagi menjadi 3 kelompok besar. Kelas 7 (6 kelas) kelas 8 (8 kelas) kelas 9 (8 kelas). Kelas 9 terbagi menjadi accelerasi, bilingual, dan reguler. Sedangkan kelas 7 dan 8 memiliki kelas SBI sebagai ganti kelas bilingual.
Sebenarnya, kelas SBI dan bilingual sama saja, dimana mereka sama-sama menggunakan bahasa inggris dalam pelajaran eksak. Sedangkan yang membedakan hanya status dan fasilitas.
Kurangnya fasilitas sekolah kadang menjadi kendala bagi siswa. Contohnya tidak meratanya pemberian AC bagi setiap kelas, yang membuat siswa yang tak mendapat fasilitas merasa tak adil. Langit-langit kelas di bagian gedung sebelah selatan yang bolong dan bocor juga mendapat banyak keluhan dari siswa.
Namun disamping hal tersebut diatas, SMPN 1 Denpasar bisa dikategorikan sebagai sebuah sekolah yang BAIK.

The Phenomenology of Internet Addiction

Title: The Phenomenology of Internet Addiction
Reference #: ITRI-IP008-0701
Date: 7/1/2001
Authors: Jeff B. Murray, Univ of Arkansas
Swinder Janda, Kansas State Univ
Abstract: The purpose of this research is to explore in-depth the experience of a pitfall called ''internet addiction.'' Internet addiction is a broad term covering a wide variety of behaviors and impulse-control problems. Nearly 6% of 17,251 respondents in an online survey met the criteria for compulsive internet use and over 30% report using the net to escape from negative feelings. The vast majority admitted to feelings of time distortion, accelerated intimacy, and feeling uninhibited when online. Rather than using psychiatric conceptualizations of chemical and behavioral ''addiction,'' this research is using the phrase ''internet addiction'' in a broader context emphasizing the potential damage internet overuse may cause in one's life. Why is the technology intoxicating for some consumers? What type of consumer becomes addicted to the internet? What do internet addicted behaviors look like? What areas of an individual's life are negatively affected by such addiction?


~~Another Research~~
Title: The Influence of Professional Identification on the Retention of Women and Racial Minorities in the IT Workforce
Reference #: ITRI-IP015-1101
Date: 11/1/2001
Authors: Anne O'Leary-Kelly, University of Arkansas
Bill Hardgrave, University of Arkansas
Vicki McKinney, University of Arkansas
Darryl Wilson, University of Arkansas
Abstract: Professional identification reflects the degree to which an individual’s valued self-image derives from attachment to a profession. Once individuals become strongly identified with their profession, they will want to remain in the profession, and turnover becomes less likely. If professional identification is an important precursor to career persistence, and if women and racial minorities are underrepresented in IT, this suggests that the professional identification of these individuals may be weaker than that of majority (male, racial majority) IT workers. The purpose of this research is twofold: 1) to explore whether differences in individual characteristics and situational experiences lead women and minorities to develop different levels of professional identification (compared to majority individuals), and 2) to examine the influence of professional identification on the career persistence of IT workers. Specifically, this research will determine whether women and minorities undergo differential treatment or experiences in the IT workplace that lead to lower levels of identification with the profession. Note: Nine ITRC members have already pledged their participation in this project; we encourage participation from all ITRC members.


~~Research, again ! ~~
Title: Human Resources, Information Technology, and Firm Performance: A Study of the Complementarities of Work Systems
Reference #: ITRI-IP002-0600
Date: 6/1/2000
Authors: John Delery, Univ of Arkansas
Abstract: The use of advanced information technology can result in jobs being up-skilled or down-skilled. It can increase the amount of information that is available to the work force; it can also increase the amount of control that can be maintained over the work force. Since technology has the power to change jobs in different ways, to make directional predictions about the influence of technology is necessary to investigate a specific technology in context. For example, up-skilled jobs necessitate higher levels of critical workforce characteristics; down-skilled jobs necessitate lower levels of these characteristics. Within the context of the motor carrier industry, the proposed research investigates the degree to which motor carriers have used information to up-skill jobs and empower drivers, versus deskill and control drivers. More importantly, the research will focus on the degree to which information technology influences the effectiveness of different strategies of HR management.


want to know more about that researches ??
click upon this --- Information Technology Research Institute

Labels:

Minggu, 23 November 2008

Perkenalan Diri

Nama saya I KAdek Aditya Nugraha.
Untuk lebih pendeknya, biasa dipanggil Nugi / Nugraha.
Hingga skarang, saya bersekolah di SMPN 1 Denpasar dan diterima di kelas 8B.
Dengan no. absen 2

Sebenarnya saya membuat blog ini hanya untuk tugas skolah =P

Senin, 06 Oktober 2008

GLOBAL WARMING

PEMANASAN GLOBAL

Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.

Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.

Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu dikarenakan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim,presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan. serta perubahan jumlah dan pola

Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekwensi-konsekwensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.

Efek rumah kaca

!

Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini mengenai permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kacauap air, karbondioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. antara lain

Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.

Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dengan efek rumah kaca (tanpanya suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi). Akan tetapi sebaliknya, akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya.

Efek umpan balik

Efek-efek dari agen penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat).[4] Umpan balik ini hanya dapat dibalikkan secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.

Efek-efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan radiasi infra merah balik ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.

Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersama dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.

Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost)4 yang juga menimbulkan umpan balik positif. adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH

Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.

Variasi Matahari

Terdapat ipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini.stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan

Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.

Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.

Mengukur pemanasan global
Hasil pengukuran konsentrasi CO2 di Mauna Loa

Pada awal 1896, para ilmuan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan temperatur rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai. Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbondioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer.

Para ilmuan juga telah lama menduga bahwa iklim global semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Temperatur terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya. Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan sehingga pengukuran temperatur akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya (terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.

Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa temperatur udara global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktifitas manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.

IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. Karbondioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali. Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi karbondioksioda di atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan resiko populasi yang sangat besar.

Model iklimPrakiraan peningkatan temperature terhadap beberapa skenario kestabilan (pita berwarna) berdasarkan Laporan Pandangan IPCC ke Empat. Garis hitam menunjukkan prakiraan terbaik; garis merah dan biru menunjukkan batas-batas kemungkinan yang dapat terjadi.

Para ilmuan telah mempelajari pemanasan global berdasarkan model-model computer berdasarkan prinsip-prinsip dasar dinamikan fluida, transfer radiasi, dan proses-proses lainya, dengan beberapa penyederhanaan disebabkan keterbatasan kemampuan komputer. Model-model ini memprediksikan bahwa penambahan gas-gas rumah kaca berefek pada iklim yang lebih hangat. Walaupun digunakan asumsi-asumsi yang sama terhadap konsentrasi gas rumah kaca di masa depan, sensitivitas iklimnya masih akan berada pada suatu rentang tertentu.

Dengan memasukkan unsur-unsur ketidakpastian terhadap konsentrasi gas rumah kaca dan pemodelan iklim, IPCC memperkirakan pemanasan sekitar 1.1 °C hingga 6.4 °C(2.0 °F hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Model-model iklim juga digunakan untuk menyelidiki penyebab-penyebab perubahan iklim yang terjadi saat ini dengan membandingkan perubahan yang teramati dengan hasil prediksi model terhadap berbagai penyebab, baik alami maupun aktivitas manusia.

Model iklim saat ini menghasilkan kemiripan yang cukup baik dengan perubahan temperature global hasil pengamatan selama seratus tahun terakhir, tetapi tidak mensimulasi semua aspek dari iklim. Model-model ini tidak secara pasti menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi antara tahun 1910 hingga 1945 disebabkan oleh proses alami atau aktivitas manusia; akan tetapi; mereka menunjukkan bahwa pemanasan sejak tahun 1975 didominasi oleh emisi gas-gas yang dihasilkan manusia.

Sebagian besar model-model iklim, ketika menghitung iklim di masa depan, dilakukan berdasarkan skenario-skenario gas rumah kaca, biasanya dari Laporan Khusus terhadap Skenario Emisi (Special Report on Emissions Scenarios / SRES) IPCC. Yang jarang dilakukan, model menghitung dengan menambahkan simulasi terhadap siklus karbon; yang biasanya menghasilkan umpan balik yang positif, walaupun responnya masih belum pasti (untuk skenario A2 SRES, respon bervariasi antara penambahan 20 dan 200 ppm CO2). Beberapa studi-studi juga menunjukkan beberapa umpan balik positif.

Pengaruh awan juga merupakan salah satu sumber yang menimbulkan ketidakpastian terhadap model-model yang dihasilkan saat ini, walaupun sekarang telah ada kemajuan dalam menyelesaikan masalah ini. Saat ini juga terjadi diskusi-diskusi yang masih berlanjut mengenai apakah model-model iklim mengesampingkan efek-efek umpan balik dan tak langsung dari variasi Matahari.

Dampak pemanasan global

Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.

Cuaca

Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.

Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.

Tinggi muka laut

Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan baNyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.

Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.

Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglade

Pertanian

Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.

Hewan dan tumbuhan

Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.

Kesehatan manusia

Di dunia yang hangat, para ilmuan memprediksi bahwa lebih banyak orang yang terkena penyakit atau meninggal karena stress panas. Wabah penyakit yang biasa ditemukan di daerah tropis, seperti penyakit yang diakibatkan nyamuk dan hewan pembawa penyakit lainnya, akan semakin meluas karena mereka dapat berpindah ke daerah yang sebelumnya terlalu dingin bagi mereka. Saat ini, 45 persen penduduk dunia tinggal di daerah di mana mereka dapat tergigit oleh nyamuk pembawa parasit malaria; persentase itu akan meningkat menjadi 60 persen jika temperature meningkat. Penyakit-penyakit tropis lainnya juga dapat menyebar seperti malaria, seperti demam dengue, demam kuning, dan encephalitis. Para ilmuan juga memprediksi meningkatnya insiden alergi dan penyakit pernafasan karena udara yang lebih hangat akan memperbanyak polutan, spora mold dan serbuk sari.

Pengendalian pemanasan global

Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1 persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global di masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim di masa depan.

Kerusakan yang parah dapat diatasi dengan berbagai cara. Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat membantu populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan tetap menjaga koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah yang belum dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-lahan berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih dingin.

Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.

Menghilangkan karbon

Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbondioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.

Gas karbondioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan (lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, di mana karbondioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.

Salah satu sumber penyumbang karbondioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batubara menjadi sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbondioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbondioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbondioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun kontroversial karena alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, bahkan tidak melepas karbondioksida sama sekali.

Persetujuan internasional


Kerjasama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan gas-gas rumah kaca. Di tahun 1992, pada Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas rumah kaca dan setuju untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian yang mengikat. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan yang lebih kuat yang dikenal dengan Protokol Kyoto.

Perjanjian ini, yang belum diimplementasikan, menyerukan kepada 38 negara-negara industri yang memegang persentase paling besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong emisi mereka ke tingkat 5 persen di bawah emisi tahun 1990. Pengurangan ini harus dapat dicapai paling lambat tahun 2012. Pada mulanya, Amerika Serikat mengajukan diri untuk melakukan pemotongan yang lebih ambisius, menjanjikan pengurangan emisi hingga 7 persen di bawah tingkat 1990; Uni Eropa, yang menginginkan perjanjian yang lebih keras, berkomitmen 8 persen; dan Jepang 6 persen. Sisa 122 negara lainnya, sebagian besar negara berkembang, tidak diminta untuk berkomitmen dalam pengurangan emisi gas.

Akan tetapi, pada tahun 2001, Presiden Amerika Serikat yang baru terpilih, George W. BushRusia Vladimir Putin meratifikasi perjanjian ini, memberikan jalan untuk berlakunya perjanjian ini mulai 16 Februari 2005. mengumumkan bahwa perjanjian untuk pengurangan karbondioksida tersebut menelan biaya yang sangat besar. Ia juga menyangkal dengan menyatakan bahwa negara-negara berkembang tidak dibebani dengan persyaratan pengurangan karbondioksida ini. Kyoto Protokol tidak berpengaruh apa-apa bila negara-negara industri yang bertanggung jawab menyumbang 55 persen dari emisi gas rumah kaca pada tahun 1990 tidak meratifikasinya. Persyaratan itu berhasil dipenuhi ketika tahun 2004, Presiden

Banyak orang mengkritik Protokol Kyoto terlalu lemah. Bahkan jika perjanjian ini dilaksanakan segera, ia hanya akan sedikit mengurangi bertambahnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer. Suatu tindakan yang keras akan diperlukan nanti, terutama karena negara-negara berkembang yang dikecualikan dari perjanjian ini akan menghasilkan separuh dari emisi gas rumah kaca pada 2035. Penentang protokol ini memiliki posisi yang sangat kuat. Penolakan terhadap perjanjian ini di Amerika Serikat terutama dikemukakan oleh industri minyak, industri batubara dan perusahaan-perusahaan lainnya yang produksinya tergantung pada bahan bakar fosil. Para penentang ini mengklaim bahwa biaya ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan Protokol Kyoto dapat menjapai 300 milyar dollar AS, terutama disebabkan oleh biaya energi. Sebaliknya pendukung Protokol Kyoto percaya bahwa biaya yang diperlukan hanya sebesar 88 milyar dollar AS dan dapat lebih kurang lagi serta dikembalikan dalam bentuk penghematan uang setelah mengubah ke peralatan, kendaraan, dan proses industri yang lebih effisien.

Pada suatu negara dengan kebijakan lingkungan yang ketat, ekonominya dapat terus tumbuh walaupun berbagai macam polusi telah dikurangi. Akan tetapi membatasi emisi karbondioksida terbukti sulit dilakukan. Sebagai contoh, Belanda, negara industrialis besar yang juga pelopor lingkungan, telah berhasil mengatasi berbagai macam polusi tetapi gagal untuk memenuhi targetnya dalam mengurangi produksi karbondioksida.

Setelah tahun 1997, para perwakilan dari penandatangan Protokol Kyoto bertemu secara reguler untuk menegoisasikan isu-isu yang belum terselesaikan seperti peraturan, metode dan pinalti yang wajib diterapkan pada setiap negara untuk memperlambat emisi gas rumah kaca. Para negoisator merancang sistem di mana suatu negara yang memiliki program pembersihan yang sukses dapat mengambil keuntungan dengan menjual hak polusi yang tidak digunakan ke negara lain. Sistem ini disebut perdagangan karbon. Sebagai contoh, negara yang sulit meningkatkan lagi hasilnya, seperti Belanda, dapat membeli kredit polusi di pasar, yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih rendah. Rusia, merupakan negara yang memperoleh keuntungan bila sistem ini diterapkan. Pada tahun 1990, ekonomi Rusia sangat payah dan emisi gas rumah kacanya sangat tinggi. Karena kemudian Rusia berhasil memotong emisinya lebih dari 5 persen di bawah tingkat 1990, ia berada dalam posisi untuk menjual kredit emisi ke negara-negara industri lainnya, terutama mereka yang ada di Uni Eropa.